China Janji Tindaklanjuti Pelarungan ABK Indonesia

China Janji Tindaklanjuti Pelarungan ABK Indonesia

BEIJING - Pemerintah China berjanji, bakal menindaklanjuti kasus pelarungan jenazah tiga anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal pencari ikan berbendera China.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan, pemerintahannya akan terus menjalin komunikasi dengan Indonesia dalam menindaklanjuti kasus pelarungan jenazah tiga ABK, termasuk dugaan eksploitasi terhadap ABK lainnya.

\"China menanggapi laporan ini dengan sangat serius. Pihak China terus menjalin komunikasi dengan Indonesia mengenai hal itu,\" kata Zhao, dalam pernyataannya, Selasa (12/5).

Baca juga:

ABK WNI Diduga Korban Eksploitasi, Digaji Rp135 Ribu per Bulan

Terkait Video Viral Jenazah ABK Long Xin yang Dilarung ke Laut, KBRI Beijing Minta Klarifikasi Kemlu China

Namun, Zhao menyayangkan terkait beberapa laporan media mengenai peristiwa tersebut yang tidak berdasarkan fakta. \"Oleh karena itu, kami akan menangani masalah tersebut berdasarkan fakta dan hukum yang berlaku,\" ujarnya.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memanggil Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian terkait persoalan pelarungan jenazah dan perlakuan tidak patut terhadap 46 ABK Indonesia yang bekerja pada empat kapal ikan perusahaan China, yakni Long Xing 629, Long Xing 605, Tian Yu 8, dan Long Xing 606.

China menyebut pelarungan tiga jenazah ABK Indonesia telah sesuai prosedur internasional dan disetujui oleh keluarga bersangkutan.

Kedutaan Besar RI di Beijing juga telah mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah China unuk mengklarifikasi ulang kasus tersebut.

Baca juga:

Pernyataan Lengkap Menlu Terkait 14 ABK, Kutuk Perbudakan di Kapal Long Xing

Retno juga mengungkap beberapa fakta berdasarkan laporan langsung dari 14 ABK yang pulang ke Indonesia. “Terdapat permasalahan gaji. Sebagian dari mereka belum menerima gaji sama sekali. Sebagian lainnya menerima gaji namun tidak sesuai dengan angka yang disebutkan di dalam kontrak yang mereka tanda tangani,” tutur Retno.

Permasalah lain, kata Retno, soal jam kerja yang tidak manusiawi. Rata-rata mereka bekerja lebih dari 18 jam setiap hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: